Aku dan refleksi harianku..

Refleksi ku ketika berada di

Seminari Wacana Bhkati

A. Aspek Hidup Rohani

Semenjak masuk ditahun kedua ini, panggilan yang kurasakan dalam seminari inipun kurasakan meningkat. Hal ini mungkin ditambahnya kehidupan berkomunitas dengan para siswa siswi Gonzaga yang selalu ada dalam kehidupan setiap hari. Jadi panggilan ini saya rasakan meningkat, karena beberapa teman yang saya temukan di SMA Gonzaga, yang beranggapan bahwa sosok seorang seminari itu pastilah lebih dewasa. Bukannya saya sombong, melainkan dengan adanya anggapan seperti itu justru membuat saya lebih dewasa. Kegitan yang juga menunjang dalam panggilan yaitu pengetahuan tentang santo santa. Hal ini saya temukan ketika bacaan rohani. Berbeda dengan KPP yang harus bacaan rohani dengan kitab suci. Dengan ini saya mampu memahami kehidupan para santo santa, yang mungkin ada sedikit bagian yang mampu saya terapkan dalam keidupan sehari-hari. Peningkatan panggilan ini didukung dengan refleksi harian, namun terkadang malah menggangu kehidupan study saya, namun saya berusaha memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk mengerjakan refleksi, karena saya merasa sangat membutuhkan refleksi harian, sehingga segala aktivitas yang saya kerjakan pada hari ini dapat saya maknai.

B. Aspek Hidup Study

Hidup study saya kini semakin meningkat dengan adanya penambahan pelajaran dan banyaknya tugas dan ulangan sehingga membuat saya harus menggunakan waktu sebaik-baiknya. Namun saya terkadang kurang sadar untuk mengerjakan tugas jauh-jauh hari, sehingga terpaksa kejar tayang agar bisa selesai. Hal ini saya rasakan kurang efektif, karena justru mengganggu kegiatan yang lain. Maka setelah saya merefleksikannya maka saya berusaha untuk menjadi orang yang lebih peka terhadap hal semacam ini.

Namun ketika saya merasa kurang mampu dan kurang sadar maka banyak teman satu angkatan yang mau mengingatkan saya, hal ini saya rasakan begitu indah, karena teman satu angkatan perhatian dengan saya, dan saya tersadar harus lebih memperhatikan mereka. Hal ini secara tidak langsung begitu menusuk pada diri saya. Karena mampu menyadarkan saya dari keterpurukan.

Setiap manusia pasti memiliki kelemahan dan setiap kelemahan pastinya akan berdampak pada kehidupan saya. Maka ketika saya mengobrol walaupun Cuma hanya sekedar ngobrol sebentar namun pada akhirnya mengganu dan menyita waktu study saya. Maka saya berusaha untuk tidak ngobrol dan jalan-jalan pada waktu study terlebih study1.

C. Aspek Hidup Komunitas

Ditahun kedua ini, hidup komunitas jauh lebih membaik, karena sudah lebih mengenal dari pribadi setiap anggota komunitas. Namun pada pribadi KPP baru sebagian saja yang terlihat. Mungkin walaupun sudah bisa dibilang cukup, kehidupan komunitas saya agak berkurang seperti ketika waktu templi, atau waktu bebas, karena saya pergunakan untuk mengerjakan tugas sekolah. Namun saya tetap berusaha untuk membagi sama rata, karena dalam seminari ini dituntut hidup dalam pola 4 aspek kehidupan. Jadi semua saya anggap penting. Komunitas seminari Wacana Bhakti memiliki kebersamaan yang kuat, dan tidak ada namanya senioritas yang harus membeda-bedakan antara yang tua dan muda. Inilah yang saya suka dan patut ditiru dikomunitas mana saja. Karena bukan berarti lebih tua itu jauh lebih baik dari yang muda.

D. Aspek Hidup Sehat

Semua kegiatan di seminari ini sudah terjadwal secara teratur. Sehingga badan s badan saya baik. Di seminari saya dapat makan secara tertur dan melakukan kegiatan yang lain teratur berbeda ketika sebelum saya masuk seminari yang segala sesuatunya tidak teratur dan terjadwal. Dengan begini saya merasakan kehdupan yang ayak dan mendukung akan panggilan saya. Usulan saya dalam aspek ini adalah mengadakan kegiatan olahraga bersama walaupun hanya sekedar main bola.

E. Kesimpulan

Akhirnya dari ini semua dapat saya simpulkan bahwa sesungguhnya panggilan saya meningkat tidak hanya melalui satu aspek yang mungkin itu dianggap suci, melainkan melalui semua aspek yang ditanamkan pada Seminari Wacana Bhakti ini. Dengan berbagai perkembangan yang muncul pada 4 aspek tersebut, maka perkembangan pun juga berkembang, karena dalam proses panggilan ini tidak dapat secara personal, melainkan membutuhkan banyak hal. Karena manusia sendiri dalah mahluk Zoon Politicion, yang selalu membutuhkan orang lain untuk berelasi.

Ecce Ancila

Domini

[ aku ini hamba tuhan ]

Kisahku dimulai di kota Jakarta. Seperti halnya kita tahu, Jakarta sebagai ibukota tentu memiliki banyak umat termasuk umat pengikut Kristus. Sehingga banyak bermunculan paroki-paroki baru. Namun yang sangat disayangkan adalah diantara banyaknya paroki di ibukota namun para imam yang ada hanya sedikit. Memang di ibukota ini ada sebuah sekolah untuk pendidikan calon imam, yaitu Seminari Wacana Bhakti. Namun masih banyak sekolah lain yang memiliki kualitas yang lebih baik.

Kini dua tahun hidupku dari tahun ini telah kuberanikan diri untuk menapaki jalan panggilan Allah Bapa. Aku tak tahu apa yang membuatku hingga berani untuk masuk ke seminari. Mungkin aku termakan oleh omonganku sendiri. Layaknya sebuah kertas yang tertiup angin yang mudah berterbangan hingga kemana-mana, bahkan ke tempat yang tak layak. Mungkin pembicaraan bersama kedua sahabatku di masa SD ku dulu menjadi kenyataan.

Di kota Gudeg tempat aku dilahirkan dan awal dari pembicaraanku bersama kedua sahabatku. Teriknya matahari disiang itu begitu menyengat hingga dalam perjalanan pulang dari sekolahku sangat terasa melelahkan. Sepeda butut punya kakekku terus kupacu bersama kedua sahabatku yang menggunakan sepeda lebih bagus.Walaupun begitu hal ini tak membuat adanya perbedaan dalam persahabatan diantara kami. Disebuah gapura kecil yang berada dijalan daerah desaku, aku bersama kedua sahabatku berhenti untuk minum dan menikmati hamparan sawah yang ada dikanan kiri kami. Panasnya siang itu tak menjadi masalah karena gapura itu memiliki atap untuk kami berteduh sehingga terhindar dari teriknya matahari. Dalam peristirahatan ini sejenak kami terdiam. Sempat terdengar kicauan burung yang ada didaerah sawah sekitar kami. Sesaat kemudian salah satu sahabatku menanyakan cita-citaku. Dalam lamunan tiba-tiba aku tersentak, karena aku pun bingung akan cita-citaku saat itu. Aku mengira mungkin sahabatku menanyakan aku seperti itu berhubung kami sudah kelas 6 SD dan sudah mau lulus. Kemudian aku menjawab “aku ora ngerti pengen dadi opo”, dalam Bahasa Indonesia berarti “aku tidak mengerti mau jadi apa”. Kedua sahabatku pun hanya tertawa hingga memecahkan kesunyian yang tadi sempat kami alami. Suasana kembali hening ketika aku mencoba menanyakan hal yang sama kepada salah satu sahabatku. Ketika akan mendengar aku sedikit takut karena mungkin saja Sahabatku itu mempunyai cita-cita yang begitu tinggi. Setelah kudengar dan kusimak ternyata sahabatku itu juga tak memiliki, sebetulnya bukan tidak memiliki tetapi belum mempunyai cita-cita.

Begitu banyak hal yang kami bicarakan, tak sadar bahwa kicauan burung telah menghilang berganti dengan kunang-kunang yang berlalu-lalang disekitar bagaikan ingin ikut ambil bagian dalam perbincangan diantara kami. Kemudian kami mulai menggenakan tas ransel kami dan mulai mengayuh lagi sepeda kami. Sesampai dirumah kucoba masuk dapur ternyata sudah tersedia semangkok mie rebus yang masih mendidih, segera aku mandi dan ingin cepat-cepat menyantap mie rebus tersebut. Pada hari itu sekitar pukul 11 malam aku sudah ingin tidur, dalam lamunan malam yang begitu dingin aku mulai membayangkan kembali pembicaraan aku dengan kedua sahabatku, dan yang masih terngiang dalam telingaku adalah ketika aku dan kedua sahabatku mencoba membuat pernyataan bahwa setelah lulus SMP nanti kami akan masuk keseminari yang berbeda tanpa ada komunikasi diantara kami. Maksudnya kami masuk seminari sesuai panggilan dari Bapa saja. Sehingga ini benar-benar bersifat pribadi.

Perjuanganku selama tiga hari dalam menghadapi ujian sekolah telah kudapatkan hasilnya. Aku lulus dengan nilai yang tak begitu jelek, namun aku bangga. Aku kini berhadapan dengan dua pilihan yaitu apakah aku akan masuk ke Seminari Wacana Bhakti atau SMA Pangudi Luhur 2, karena di dua sekolah itu aku sudah test dan aku diterima. Awalnya aku hanya mencoba mendaftar di Seminari Wacana Bhakti, sedangkan SMA Pangudi Luhur 2 hanya aku jadikan sebagai cadangan. Sehingga aku tak memiliki sekolah pilihanku. Namun pada akhirnya aku memberanikan diriku untuk masuk ke Seminari Wacana Bhakti. Ditengah metropolitan kala dunia menawarkan surganya aku telah memilih satu jalan yaitu berserah kepada Allah Bapa. Tak tahu pantaskah aku menjadi gembala-Nya tetapi aku yakin dan tegar bahwa kuasa kasih-Nya kan selalu menyertaiku.

Selama dua tahun ini aku baru tersadar bahwa aku telah termakan omonganku sendiri ketika kelas 6 SD dulu. Aku sadar mukjizat itu nyata. Thx GOD.